Sumber Gambar Disini
Compiled by: ANDIKA MAULANA
A.
Pendahuluan
Banyak hal yang disabdakan Rasulullah,
baik berupa informasi, perintah maupun larangan, baru diketahui hikmah atau
penjelasan ilmiahnya setelah beberapa abad kemudian. Salah satunya adalah
larangan meniup minuman.
Mengapa Rasulullah melarang meniup
minuman? Di zaman sahabat Nabi, tidak ada pertanyaan ini. Apalagi bagi Abu
Bakar yang bergelar Ash Shidiq.
Senantiasa membenarkan dan mematuhi Rasulullah. Dan itulah derajat keimanan
tertinggi. Begitu seseorang sudah mengakui bahwa Muhammad adalah Rasulullah,
selesai semua urusan. Ia tidak perlu mempertanyakan sabda beliau atau berusaha
mengkritisinya.
Begitu Rasulullah melarang sesuatu, para
sahabat kemudian mematuhi larangan itu. Pun saat Rasulullah melarang
meniup-niup minuman, larangan itu dipatuhi tanpa perlu mengkritisi. Larangan
itu dijaga tanpa perlu mencari apa alasannya. Cukuplah alasannya, karena
Rasulullah telah mensabdakannya.
Barulah pada generasi sesudahnya mulai
dicari apa hikmahnya. Meskipun bukan sebuah keharusan bagi seorang muslim untuk
sampai pada tingkatan mengetahui hikmah di balik larangan dan perintah,
tersingkapnya hikmah dapat kian menguatkan keimanan. Bahwa ajaran Islam
ternyata selaras dengan ilmu pengetahuan. Seperti kata Hasan Al Banna,
“Pandangan syar’i dan pandangan logika memiliki wilayahnya masing-masing yang
tidak dapat saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak
pernah berbeda dalam masalah yang qath’i (absolut). Hakikat ilmiah yang benar tidak
mungkin bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat yang tsabitah (jelas).”[1]
B.
Hadits
Makruhnya Menghembuskan Nafas di Dalam Wadah Makanan / Minuman
121
- (267) حدثنا ابن أبي عمر. حدثنا الثقفي عن أيوب، عن يحيى ابن أبي كثير، عن
عبدالله ابن أبي قتادة، عن أبيه أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن يتنفس في
الإناء.
121-(267).
Ibnu Abu Umar menceritakan kepada kami, Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami
dari Ayyub, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Abdullah bin Abu Qatadah, dari
ayahnya, bahwa Nabi SAW melarang bernafas di dalam wadah minuman.[2]
C.
Penjelasan
Ilmiah Hadits
Hadis tersebut memberikan indikasi bahwa
kita tidak boleh meniup atau bernafas di dalam wadah makanan atau minuman. Saat
ini, banyak sekali orang yang meniup makanan dan minuman panas. Hal ini wajar
mengingat apa yang kita masukkan ke dalam mulut kita sangat panas dan mungkin
saja kita tidak bersabar untuk segera mengonsumsinya.
Sayangnya, kebiasaan ini justru dilarang
oleh Nabi Muhammad SAW. Lalu, apa alasannya? Tentu, Rasulullah tidak memberikan
alasan terperinci, tetapi beliau melarang kita, berarti itu menjadi bagian dari
sunah apabila kita menjalaninya.
Tahukah Anda? Bahwa di dalam hadis
larangan meniup makanan dan minuman panas yang sudah menjadi kebiasaan kita
sehari-hari ternyata bukan hanya tidak dibenarkan oleh Rasul, tetapi juga tidak
disarankan oleh ilmu kesehatan modern yang sudah melalui penelitian sains atau
ilmu pengetahuan.
Semakin berkembanganya teknologi sains
akhirnya sedikit demi sedikit mulai terkuak mengapa nabi melarang umatnya untuk
meniup makanan panas, berikut 4 penjelasan ilmiahnya.
1.
Asam
Karbonat
Penyebab larangan meniup makanan yang
pertama ini sangat berhubungan erat dengan sebuah zat kimia yang disebut asam
karbonat. Asam karbonat atau H2C03 adalah senyawa kimia yang sebenarnya sudah
ada didalam tubuh kita dimana berfungsi untuk mengatur kadar keasaman darah.
Semakin tinggi kandungan asam karbonat dalam darah maka akan semakin asam
darah. Pada normalnya darah memiliki batasan kadar keasaman atau Ph yakni 7,35
sampai 7,45. Jika kadar keasaman ini lebih tinggi dari ph normal maka tubuh
dapat berada dalam kondisi asidosis. Kondisi asidosis sendiri cukup berbahaya
bagi tubuh yang dapat menyebabkan gangguan jantungan ditandai dengan napas
menjadi lebih cepat, sesak, pusing karena tubuh berusaha menyeimbangkan kadar
ph darah. lalu apa hubungannya dengan meniup makanan panas? Penjelasannya
adalah apabila seseorang bernafas atau meniupkan nafasnya maka dia akan
mengeluarkan senyawa kimia C02 atau karbondioksida. Karbondioksida ini pada
dasarnya tidak boleh bersentuhan dengan air, karena jika bersentuhan dengan air
yang memiliki susunan kimia H20 akan membentuk senyawa asam karbonat yang
berbahaya bagi tubuh. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa asam karbonat yang
dihasilkan dari hasil tiupan terhadap makanan dan minuman memiliki pengaruh
yang sangat kecil pada kesehatan tubuh, bukankah lebih baik kalau kita berusaha
menghindarinya? Mencegah tentu lebih baik dari pada mengobati bukan?
2.
H.
Pylori
Bakteri H. Pylori juga memegang peranan
penting pada pernyataan bahayanya meniup makanan atau minuman yang masih panas.
Bakteri H. Pylori adalah bakteri yang menyebabkan gangguan lambung mulai dari
luka kecil hingga membesar menjadi tukak lambung. Yang mengerikan lagi, bakteri
ini dapat dengan mudah menyebar melalui pernafasan. Tentu gangguan lambung
adalah penyakit yang sosialis, siapapun bisa terjangkit. Akan sangat bahaya
sekali jika seseorang yang memiliki gangguan lambung atau secara tak sadar
memiliki gangguan lambung meniup makanan atau minuman yang akan disajikan pada
tamu atau pada anaknya. Bakteri itu nantinya akan berpindah dan mengontaminasi
makanan atau minuman tersebut dan akhirnya masuk pada tubuh orang lain.
3.
Mikroorganisme
Pernafasan adalah salah satu jalan
keluar bagi mikroorganisme, virus dan bakteri untuk menyebar dan menularkan
pada manusia lainnya. Tak hanya asam karbonat dan bakteri H. Pylori saja yang
bisa menular dan menyebar dengan tiupan, tetapi jenis bakteri dan virus lainnya
juga bisa menyebar. Sebut saja virus TBC, virus berbahaya yang terkadang tak
disadari oleh seseorang yang mengidapnya yang akan dengan mudah menular
melalaui pernafasan yang intens. Sedangkan makanan atau minuman adalah sesuatu
yang jelas akan masuk kedalam tubuh kita, diserap apa saja yang terkandung
didalamnya termasuk nutrisi dan bakteri yang terkandung didalamnya.
4.
Kotoran
Kotoran disini diartikan kotoran yang
berada di mulut. Mulut adalah tempat kita menghaluskan semua makanan yang juga
dicampur dengan berbagai enzim untuk membantu menghancurkan makanan. Makanan
yang hancur tak seluruhnya akan masuk kedalam lambung, pastinya ada sisa
makanan yang terselip disela-sela gigi atau menempel di dinding-dinding mulut.
Tentunya hal itu berhubungan dengan adab menyajikan makanan pada tamu atau
orang lain yang sangat tidak sopan jika kita meniupnya. Belum lagi bakteri yang
dengan mudah berpindah dari mulut kita kedalam makanan hanya karena tiupan
kita.[3]
Dari penjelasan diatas tentunya sudah
jelas mengapa meniup makanan atau minuman yang panas sangat tidak dianjurkan.
Yang cukup dikhawatirkan adalah jika makanan atau minuman yang ditiup itu
diperuntukan bukan untuk orang dewasa yang notabene sudah memiliki kekebalan
tubuh maksimal. Melainkan diberikan kepada bayi atau balita yang dimaksudkan
karena si bayi tidak bisa meniup makanannya sendiri. Bayi dan balita masih
berada dalam usia yang rentan terkena penyakit. Sedikit saja ada kontaminasi
asam karbonat atau bakteri lain pasti langsung direspon tubuh dengan
gejala-gejala tak normal seperti diare, demam, muntah atau yang lain
sebagainya.
Lepas dari itu semua memang sebenarnya
manusia hidup dikodratkan untuk sabar dan menikmati kenikmatan yang ada bukan
dengan terburu-buru. Dengan begitu kita akan lebih bisa menryukuri kenikmatan
yang diberikan Tuhan kepada kita.
D.
Daftar
Pustaka
An-Nawawi,
Imam, Syarah Shahih Muslim, diterjemahkan oleh Ahmad Khatib dari “Shahih
Muslim bi Syarh An-Nawawi”, jilid 13, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011).
Muchlisin
BK dalam sebuah artikel “Keajaiban Hadits Larangan Meniup Minuman”, di http://bersamadakwah.net/keajaiban-hadits-larangan-meniup-minuman/
, diakses Kamis, 28 Mei 2015.
Aris
Fourtofour dalam sebuah artikel “Jangan Tiup Makanan Panas, Ini Penjelasan
Ilmiahnya!” di http://log.viva.co.id/news/read/585959-jangan-tiup-makanan-panas--ini-penjelasan-ilmiahnya
, diakses Kamis, 28 Mei 2015.
[1]
Muchlisin BK dalam sebuah artikel “Keajaiban Hadits Larangan Meniup Minuman”,
di http://bersamadakwah.net/keajaiban-hadits-larangan-meniup-minuman/
, diakses Kamis, 28 Mei 2015.
[2]
Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, diterjemahkan
oleh Ahmad Khatib dari “Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi”, jilid 13, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2011), cet. 13, h. 548.
[3]
Aris Fourtofour dalam sebuah artikel “Jangan
Tiup Makanan Panas, Ini Penjelasan Ilmiahnya!” di http://log.viva.co.id/news/read/585959-jangan-tiup-makanan-panas--ini-penjelasan-ilmiahnya
, diakses Kamis, 28 Mei 2015.
sangat bermanfaat, izin share ya :)
ReplyDelete