Sumber Gambar Disini
Compiled by: ANDIKA MAULANA
I.
PENDAHULUAN
Perkawinan
adalah suatu ikatan perjanjian yang telah diikat oleh Allah antara seorang pria
dengan seorang wanita. Sesudah melakukan akad, masing-masing disebut suami dan
istri atau zauj dan zaujah.
Al-Qur’an
menggambarkan kekuatan ikatan antara suami istri ini, dengan suatu lukisan
dalam surat Al-Baqarah ayat 187 sebagai berikut:
mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka.
Redaksi
ini memberikan suatu pengertian bahwa seorang suami dan isteri saling
melengkapi satu sama lain. Mereka seperti bangunan dimana jikalau hilang salah
satu pondasi dari bangunan tersebut, niscaya bangunan itu akan roboh. Oleh
karena itu, masing-masing suami isteri mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dijaga baik-baik.[1]
Suami
dan istri, dalam menjalani kehidupan rumah tangganya, pasti akan menemukan
permasalahan-permasalan, entah permasalahan itu timbul dari suami maupun istri.
Ketika masalah tersebut tidak menemukan jalan keluar, dan berpisah merupakan
jalan terbaik bagi mereka, apakah istri tidak boleh meminta cerai? Dalam makalah ini, penulis akan mencoba
menguraikan tentang bagaimana menyikapi hal tersebut. Oleh karena itu, simaklah
makalah kami berikut ini!
II.
POKOK
PEMBAHASAN
A. Teks
Hadits Tentang “Perempuan Meminta Cerai Tidak Akan Mencium Bau Surga”
B. Syarah
Hadits Tentang “Perempuan Meminta Cerai Tidak Akan Mencium Bau Surga”
III.
PEMBAHASAN
A.
Teks
Hadits Tentang “Perempuan Meminta Cerai Tidak Akan Mencium Bau Surga”
Dari Tsauban RA,
dari Nabi SAW bersabda: “Wanita mana saja
yang meminta talak kepada suaminya tanpa ada alasan (yang dibenarkan oleh
syar’i), maka haram baginya mencium wangi Surga.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi serta
ia meng-hasan-kannya, dan Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya).[2]
B.
Syarah
Hadits Tentang “Perempuan Meminta Cerai Tidak Akan Mencium Bau Surga”
Dari
hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, setiap wanita yang meminta cerai
kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar’i, yaitu segala yang dapat mengakibatkan keduanya sudah tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka haram bagi wanita tersebut mencium
wangi surga.
Maksud dari kata-kata “haram bagi wanita tersebut mencium wangi
surga” adalah Allah akan menjauhkan mereka dari sesuatu yang dapat mendekatkan
mereka kepada surga.[3]
Rasulullah SAW bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi:
Dari Ibnu Umar RA, dari
Nabi SAW bersabda: “perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah
thalaq.” (HR. Abu Dawud dll).[5]
Namun ketika seorang
perempuan tersebut meminta cerai kepada suaminya dengan alasan yang dibenarkan
oleh syar’i, maka hal tersebut diperbolehkan.
Ibnu Abbas RA berkata:
“Isteri Tsabit ibn Qais ibn Syammasy datang kepada Nabi SAW, lalu berkata: “ Ya
Rasulullah SAW, saya tidak mencela Tsabit, karena perangainya dan tidak pula
karena agamanya. Tetapi saya tidak suka mengingkari kebajikan suami dan memnuhi
haknya lantaran benci kepadanya di dalam Islam. Maka berkatalah Nabi SAW,: “
Apakah engkau mau mengembalikan kebunnya? Dia menjawab: “Saya mau. Maka
Rasulullah SAW bersabda: “Terimalah kebunmu dan talaklah dia satu talak”. (HR.
Al-Bukhari dan An-Nasa’i).[6]
Hadits di atas
menyatakan, bahwa khulu’ (membeli talak dari suami dengan sejumlah uang) adalah
suatu dal yang dibolehkan. Dan menyatakan, bahwa ‘iddah perempuan yang
berkhulu’ itu, adalah satu kali haid.
Khlulu’ ialah melepaskan
atau menceraikan isteri dengan cara menerima sejumlah pembayaran dari isteri.
Seluruh ulama selain dari
Bakr ibn Abdullah Al-Muzani, seorang ulama tabi’in menetapkan bahwasannya
khulu’ dibenarkan oleh agama.
Hadits ini menyatakan,
bahwasannya khulu’ sah dilakukan baik karena sikap suami, maupun karena sikap
si isteri sendiri. Ibnu Mundzir tidak membolehkan khulu’ sebelum ada perselisihan
yang terjadi antara suami isteri. Pendapat Ibnu Mundzir ini sesuai dengan
pendapat Thawus, Asy-Sya’bi, dan segolongan Tabi’in.
Segolongan ulama
berpendapat: bahwasannya syarat sahnya khulu’, ialah kedurhakaan isteri. Jumhur
ulama, Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i, menetapkan bahwa syarat yang demikian tidak
diperlukan. Sebagian ulama tidak membolehkan pembayaran khulu’ lebih banyak
dari jumlah mas kawin.
Asy-Syafi’i dan Malik
membolehkannya kalau khulu’ terjadi lantaran nusyuz si isteri. Jumhur ulama membolehkan
tanpa syarat.
Atha’, Thawus, Ahmad, Ishaq dan sebagian ulama tidak
membolehkan.
Perintah Nabi SAW kepada
suami untuk menceraikan isteri yang dipandang tidak akan dapat hidup rukun dan
damai lagi, menyatakan, bahwasannya hakim boleh menyuruh khulu’. Dengan
memperhatikan hadits-hadits yang berkenaan dengan masalah ini, dapatlah kita
menetapkan bahwasannya khulu’ itu dibolehkan apabila timbul hal-hal yang
menghendakinya.
Tidaklah diragui lagi
bahwa apabila si isteri tidak menyenangi sikap suaminya, maka bolehlah ia
meminta kepada suaminya supaya menjatuhkan talak dengan menerima sejumlah
pembayaran dan suami boleh menerima pengembalian itu.[7]
Sedangkan alasan yang banyak
dikemukakan oleh para wanita yang menuntut cerai dari suaminya pada zaman sekarang
ini, datang dari hawa nafsunya sendiri. Karena kurangnya pemahaman terhadap
agama dan tidak adanya rasa qana’ah (merasa puas) terhadap suami, sehingga
mengakibatkan timbulnya konflik di dalam rumah tangga. Dan seorang istri yang
bertakwa kepada Allah Ta’ala,
sekali-kali tidak akan meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang
dibenarkan oleh syari’at, meskipun orang tuanya memerintahkan hal itu
kepadanya.
Karena suami memiliki hak yang lebih
besar atas dirinya melebihi orang tuanya sendiri. Dengan demikian, apabila
wanita tersebut lebih memilih untuk mengabulkan keinginan kedua orang tuanya
dan merelakan kehancuran rumah tangganya, maka dia telah bermaksiat kepada
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
IV.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
setiap
wanita yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan oleh
syar’i, yaitu segala yang dapat mengakibatkan
keduanya sudah tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka haram bagi wanita
tersebut mencium wangi surga.
Namun ketika seorang
perempuan tersebut meminta cerai kepada suaminya dengan alasan yang dibenarkan
oleh syar’i, maka hal tersebut diperbolehkan.
Tidaklah diragui lagi
bahwa apabila si isteri tidak menyenangi sikap suaminya, maka bolehlah ia
meminta kepada suaminya supaya menjatuhkan talak dengan menerima sejumlah
pembayaran dan suami boleh menerima pengembalian itu
V.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Mundziri
, Abdul Adhzim bin Abdil Qawi, At-Targhib
wa At-Tarhib Min Al-Hadits Asy-Syarif, ttt, Dar Al-Fikr, tt
Ash-Shiddieqy,
Teungku Muhammad hasbi, Koleksi
Hadits-Hadits Hukum 4, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2011.
Qardhawi,
Muhammad Yusuf, Halal dan Haram dalam
Islam, diterjemahkan oleh H. Mu’ammal Hamidy dari “ Al-Halal wa Al-Haram
Fii Al-Islam”, ttt, pt. bina ilmu, tt.
[1] Muhammad
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam
Islam, diterjemahkan oleh H. Mu’ammal Hamidy dari “ Al-Halal wa Al-Haram
Fii Al-Islam”, (ttt, pt. bina ilmu, tt), h. 277.
[2] Abdul
Adhzim bin Abdil Qawi Al-Mundziri, At-Targhib
wa At-Tarhib Min Al-Hadits Asy-Syarif, (ttt, Dar Al-Fikr, tt), h. 83-84.
[3] Ibid,
h. 84.
[4]
Ibid.
[5]
Ibid.
[6]
Teungku Muhammad hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi
Hadits-Hadits Hukum 4, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2011), h. 185.
[7]
Ibid. h. 186-187.
No comments:
Post a Comment