Compiled by: ANDIKA MAULANA
PENDAHULUAN
Tujuan mencantumkan Pancasila dalam pembukaan UUD 1945 sejak semula
adalah dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia,
yaitu sebagai landasan dalam mengatur jalannya pemerintahan di Indonesia.
Karena landasan ini merupakan yang terpenting / tertinggi di Indonesia, maka
Pancasila merupakan sumbernya segala sumber hukum yang mengatur kehidupan
masyarakat dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu bagi para Pejabat Pemerintah,
Pancasila harus dijadikan pegangan pokok dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari dan merupakan sumber pokok dalam mengatur kehidupan masyarakat pada
umumnya.
Dilihat dari materinya, maka Pancasila ini
bukan merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia, karena ia digali dari adat
istiadat dan pandangan hidup bangsa dan telah merupakan jiwa dan kepribadian
bangsa, karena unsur-unsurnya telah berabad-abad lamanya terdapat dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila adalah pandangan hidup
atau falsafah hidup bangsa, yang sekaligus juga merupakan tujuan hidup bangsa
Indonesia.
Dilihat dari proses penyusunannya, maka Pancasila ini merupakan
perjanjian luhur dari segenap rakyat Indonesia, yang telah disepakati oleh para
wakilnya menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dan telah
diuji kebenaran dan kesaktiannya dalam mengatasi segala bentuk kehidupan
masyarakat yang beraneka ragam, sehingga Pancasila ini juga merupakan sarana
yang sangat baik dalam mempersatukan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia.(1)
Itulah sekilas gambaran Pancasila sebagai Dasar Negara, atau sering
disebut sebagai dasar Falsafah Negara, atau sering disebut juga sebagai
Ideologi Negara. Pada Makalah kali kami akan membahas lebih detail lagi tentang
Pancasila Sebagai Ideologi Nasional yang Insya Allah akan kami sistematiskan
pembahasannya dalam bab dua.
_______________________
1.
Prof.
H.A.M. Effendy, S.H.. Falsafah Negara Pancasila. Semarang : BP. IAIN Walisongo
Press bekerja sama dengan CV. Cendekia Press Semarang. 1995. Hlm. 37.
POKOK PEMBAHASAN
1.
Pengertian
dan Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara
a.
Pengertian
Ideologi
b.
Makna
Ideologi bagi Bangsa dan Negara
2.
Macam-macam
Ideologi
a.
Liberalisme
b.
Komunisme
c.
Fasisme
d.
Paham
Agama
e.
Radikalisme
f.
Konservatisme
g.
Ideologi
Pancasila
3.
Makna
dan Peranan Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
dan Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara
a.
Pengertian
Ideologi
Ideologi
berasal dari kata “idea” dari bahasa
Yunani “eidos”, yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita” dan
logos yang berarti ilmu. kata “eidos” berasal dari bahasa Yunani yang artinya
bentuk. Ada lagi kata “idein” yang artinya melihat. Secara harfiah, Ideologi
dapat diartikan ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas) atau
ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Pengertian lain
secara harfiah, Ideologi berarti “ a system of idea” suatu rangkaian ide yang
terpadu menjadi satu. Dalam penggunaannya, istilah ini dipakai secara khas
dalam bidang politik untuk menunjukkan “seperangkat nilai yang terpadu,
berkenaan dengan hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara”.
Secara umum
Ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada
tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. Dalam Ideologi
terkandung tiga unsur, yaitu :
1.
Adanya
suatu penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan;
2.
Memuat
seperangkat nilai-nilai atau preskripsi moral; dan
3.
Memuat
suatu orientasi suatu tindakan, Ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk
mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya.(2)
Ideologi dapat
diartikan sebagai suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan
mendalam yang mempunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana
cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur
tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka. Akan
tetapi, sebagaimana kita ketahui, dalam realitanya suatu masyarakat mempunyai
berbagai macam kelompok kepentingan yang dilahirkan oleh adanya
perbedaan-perbedaan sosial, ekonomi, agama atau entah apalagi. Masing-masing kelompok
sosial ini biasanya mempunyai pula pandangan atau sistem nilai tertentu yang
mereka pegang sebagai landasan dalam usaha mereka untuk memajukan
kepentingan-kepentingan mereka yang spesifik. Pandangan atau sistem nilai yang
seperti ini mungkin dapat dianggap sebagai sub-Ideologi. Dengan demikian, bila
mana diteliti dengan cermat akan terlihat bahwa di dalam suatu Ideologi
tertentu tercermin sejumlah sub-Ideologi. Disini Ideologi tampak sebagai
jelmaan dari hasil suatu konsensus bersama dari berbagai kelompok atau golongan
kepentingan.
________________________
2.
Prof.
Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli,
M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA.
2012. Hlm. 81-82.
Professor Lowenstein pernah berkata “Ideologi adalah suatu
penyelarasan dan penggabungan pola pemikiran dan kepercayaan, atau pemikiran
bertukar menjadi kepercayaan, penerangan sikap manusia tentang hidup dan
kehadirannya dalam masyarakat dan mengusulkan suatu kepemimpinan dan
memperseimbangkannya berdasarkan pemikiran dan kepercayaan itu “.
Apabila jalan pemikiran ini kita ikuti, maka salah satu dimensi
dari Ideologi adalah pencerminan realita yang hidup dalam masyarakat dimana ia
muncul buat pertama kalinya, paling kurang realita pada saat-saat kelahirannya
itu. Dengan perkataan lain, Ideologi merupakan gambaran tentang sejauh mana
suatu masyarakat berhasil memahami dirinya sendiri. Kalau begitu, daya tahan
suatu Ideologi antara lain tergantung pada tinggi atau rendahnya kemampuan
intelektual mereka yang melahirkannya dalam meneliti dan menganalisa
masyarakatnya secara obyektif. Kalau kemampuan itu tinggi, maka Ideologi yang lahir akan mempunyai relevansi yang kuat
dengan jiwa dan kehidupan masyarakatnya, dan sebaliknya.
Dimensi lain dari Ideologi adalah lukisan tentang kemampuannya
memberikan harapan kepada berbagai kelompok, atau golongan yang ada pada
masyarakat untuk mempunyai kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk
membangun masa depan yang lebih cerah. Dimensi ini dapat disebut sebagai unsur
Idealisme dari Ideologi. Dalam hal ini, Idealisme dapat dianggap sebagai motor
penggerak yang membangkitkan hasrat anggota-anggota masyarakat untuk hidup
bersama dan bersatu, menggairahkan partisipasi mereka kedalam usaha-usaha
bersama seperti pembangunan. (3)
b.
Makna
Ideologi bagi Bangsa dan Negara
Makna Ideologi
Pancasila adalah sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai
bagi bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Poespowardojo, 1991: 46).
Menurut Oesman
dan Alfian (1991: 6), bahwa bagi suatu bangsa dan negara Ideologi adalah
wawasan, pandangan hidup atau falsafah kebangsaan dan kenegaraan. Oleh karena
itu, Ideologi mereka menjawab secara meyakinkan pertanyaan mengapa dan untuk
apa mereka menjadi satu bangsa dan mendirikan negara. Sejalan dengan itu
Ideologi adalah landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara mereka dengan berbagai dimensinya. Sebagai Ideologi
nasional Pancasila mengandung sifat itu.
Pancasila
dinyatakan sebagai Ideologi negara Republik Indonesia dengan tujuan bahwa
segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan
hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik tolaknya, dibatasi dalam gerak
_________________________
3.
A.
Ubaidillah. Dkk. Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani.
Jakarta : IAIN Jakarta Press. 2000. Hlm. 17-18.
pelaksanaannya,
dan diarahkan dalam mencapai tujuannya dengan Pancasila (Bakry, 1985: 42).
Menurut
Poespowardojo (1991: 48) Ideologi mempunyai beberapa fungsi, yakni memberikan :
a.
Struktur
kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk
memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya;
b.
Orientasi
dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan
dalam kehidupan manusia;
c.
Norma-norma
yang menjadi pedoman dan pandangan hidup seseorang untuk melangkah dan
bertindak;
d.
Bekal
dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya;
e.
Kekuatan
yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan
mencapai tujuan;
f.
Pendidikan
bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang
terkandung di dalamnya.
Poespowardojo
(1991: 51) lebih lanjut menguraikan bahwa Pancasila sebagai Ideologi memiliki
tiga fungsi utama, yaitu :
a.
Pancasila
sebagai Ideologi persatuan
Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang heterogen, serba kemajemukan, terdiri dari
berbagai suku bangsa. Masyarakat Indonesia bersifat multi etnis, multi
religius, dan multi Ideologis. Peranan Pancasila yang menonjol sejak permulaan
penyelenggaraan negara Republik Indonesia adalah fungsinya dalam mempersatukan
seluruh rakyat Indonesia menjadi bangsa yang berkepribadian dan percaya pada
diri sendiri.
Berdasarkan
situasi bangsa yang demikian, maka masalah pokok yang pertama-tama harus
diatasi pada masa awal kemerdekaan adalah bagaimana menggalang persatuan dan
kekuatan bangsa yang sangat dibutuhkan untuk mengawali penyelenggaraan negara.
Dengan perkataan lain Nation and Character Building merupakan prasyarat dan
tugas utama yang harus dilaksanakan. Dalam konteks politik inilah Pancasila
dipersepsikan sebagai Ideologi persatuan. Pancasila diharapkan mampu memberikan
jaminan akan terwujudnya misi politik itu karena merupakan hasil rujukan
nasional, dimana masing-masing kekuatan sosial masyarakat merasa terikat dan
ikut bertanggung jawab atas masa depan bangsa dan negaranya. Dengan demikian
pancasila berfungsi pula sebagai acuan bersama, baik dalam memecahkan perbedaan
serta pertentangan politik diantara golongan dan kekuatan politik, maupun dalam
memagari seluruh unsur dan kekuatan politik untuk bermain di dalam lapangan
yang disediakan oleh Pancasila dan tidak melanggar dengan keluar pagar
(Poespowardojo, 1991: 52)
b.
Pancasila
sebagai Ideologi pembangunan
Dalam
penyelenggaran hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Pancasila semakin
jelas disadari sebagai etika sosial yang mampu memberikan kaedah-kaedah penting
bagi pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Pancasila bukan
saja berfungsi sebagai pagar atau wasit dalam percaturan politik, melainkan
memberikan orientasi dalam pembangunan, wawasan ke depan dengan konsep-konsep
yang secara substansial di eksplisitasikan dari nilai-nilai dasar dari lima
sila.
Menurut Husodo
(2006: 16) keberhasilan Pancasila sebagai suatu Ideologi, akan diukur dari
terwujudnya kemajuan yang pesat, kesejahteraan yang tinggi, dan persatuan yang
mantap dari seluruh rakyat Indonesia. Negara kita yang belum mampu meningkatkan
kualitas hidup rakyat, telah pula menjadi penyebab merosotnya kepercayaan
sebagian masyarakat pada Ideologi negara Pancasila.
c.
Pancasila
sebagai Ideologi terbuka
Untuk menjawab
tantangan bangsa Indonesia yang semakin kompleks, maka Pancasila perlu tampil
sebagai Ideologi terbuka, karena ketertutupan hanya membawa kepada kemandegan.
Keterbukaan bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar Pancasila, tetapi
mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan
yang lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah baru.
Menurut Alfian
(1991: 92) kekuatan suatu Ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang
dimiliki oleh Ideologi itu sendiri, yakni :
a.
Dimensi
realitas, bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam Ideologi tersebut
secara riil berakar dalam dan hidup dalam masyarakat atau bangsanya, terutama
karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman
sejarahnya.
b.
Dimensi
Idealisme, bahwa nilai-nilai dasar Ideologi tersebut mengandung Idealisme yang
memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam
praktik kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai dimensinya.
c.
Dimensi
fleksibilitas/ dimensi pengembangan, artinya Ideologi tersebut memiliki
keluwesan yang memungkinkan dan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran
baru yang relevan dengan Ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau
mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.(4)
_________________________
4.
Prof.
Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli,
M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA.
2012. Hlm. 83-85.
2.
Macam-macam
Ideologi
a.
Liberalisme
Aliran pikiran
perseorangan atau individualistik. Aliran pikiran ini mengajarkan bahwa negara adalah
masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak semua individu dalam
masyarakat itu (kontrak sosial). Menurut aliran pikiran ini, kepentingan harkat
dan martabat individu dijunjung tinggi sehingga masyarakat tiada lebih dari
jumlah para anggotanya saja tanpa ikatan nilai tersendiri. Hak dan kebebasan
seseorang hanya dibatasi oleh hak yang sama yang dimiliki oleh orang lain,
bukan oleh kepentingan masyarakat seluruhnya.
Liberalisme
bertitik tolak dari hak asasi yang melekat pada manusia sejak ia lahir dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa, kecuali atas
persetujuan yang bersangkutan. Paham liberalisme mempunyai nilai-nilai dasar
kebebasan dan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individu secara
mutlak, yaitu kebebasan mengejar kebahagiaan hidup ditengah-tengah kekayaan
materiil yang melimpah dan dicapai dengan bebas. Paham liberalisme selalu
mengaitkan aliran pikirannya dengan hak asasi manusia yang menyebabkan paham
tersebut memiliki daya tarik yang kuat dikalangan masyarakat tertentu. (aliran
pikiran perseorangan/individualistik diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke,
Jean Jaques Rousseau, Herbert Spencer, dan Harold J. Laski.)
b.
Komunisme
Aliran pikiran
golongan (class theory) yang diajarkan oleh Karl Marx, Engels, dan Lenin pada
mulanya merupakan kritik Karl Marx atas kehidupan sosial ekonomi masyarakat
pada awal revolusi industri.
Aliran pikiran
ini beranggapan bahwa negara adalah susunan golongan (kelas) untuk menindas
kelas lain. Golongan ekonomi kuat menindas ekonomi lemah. Golongan borjuis
menindas golongan proletar (kaum buruh). Karena itu Marx menganjurkan agar kaum
buruh mengadakan revolusi politik untuk merebut kekuasaan negara dari golongan
kaya kapitalis dan borjuis agar kaum buruh dapat ganti berkuasa dan mengatur
negara. Aliran pikiran ini erat hubungannya dengan aliran materialistik. Aliran
pikiran ini sangat menonjolkan penggolongan, pertentangan antargolongan,
konflik, kekerasan atau revolusi, dan perebutan kekuasaan negara.
Operasionalisasi
pikiran-pikiran Karl Marx tentang sosial, ekonomi, dan politik, yang kemudian
disistematisasikan oleh Frederick Engels dan ditambah dengan pemikiran Lenin
terutama dalam hal pengorganisasian, menjadi landasan dari paham komunisme.
Sesuai dengan
aliran pikiran yang melandasi komunisme, dalam upaya merebut atau
mempertahankan kekuasaan komunisme akan :
1.
Menciptakan
situasi konflik untuk mengadu golongan-golongan tertentu serta menghalalkan
segala cara untuk mencapai tujuan.
2.
Ajaran
komunis bersifat atheis, tidak percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, dan
didasarkan pada kebendaan (materialistik). Bahkan agama dinyatakan sebagai
racun bagi kehidupan bermasyarakat.
3.
Masyarakat
komunis bercorak internasional. Masyarakat yang dicita-citakan oleh komunis
adalah masyarakat komunis dunia yang tidak dibatasi oleh kesadaran nasional.
Hal ini tercermin dalam seruan Marx yang terkenal “ kaum buruh di seluruh dunia
bersatulah!” komunisme menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme.
4.
Masyarakat
komunis yang dicita-citakan adalah masyarakat tanpa kelas. Masyarakat tanpa
kelas dianggap masyarakat yang dapat memberikan suasana hidup yang aman dan
tentram, tanpa pertentangan, tanpa hak milik pribadi atas alat produksi, dan
tanpa pembagian kerja.
Perombakan
masyarakat hanya dapat dilaksanakan melalui revolusi. Setelah revolusi
berhasil, hanya kaum proletar yang akan memegang tampuk pimpinan kekuasaan
negara dan menjalankan pemerintahan secara diktatur mutlak (diktatur
proletariat).(5)
c.
Fasisme
Fasisme
merupakan sebuah ideologi yang berusaha menghidupkan kembali kehidupan sosial,
ekonomi dan budaya dari negara dengan berlandaskan pada asas nasionalisme yang
tinggi, dengan ciri-ciri :
a.
Tidak
setuju dengan kemapanan yang anti perubahan (konservatisme);
b.
Selalu
mengangkat kembali kenangan kejayaan masa lalu;
c.
Selalu
muncul ketika negara mengalami krisis.
Berdasarkan
pendapat Darmodiharjo (1984: 75) Fasisme yang berkembang di Jerman menjadi
Naziisme, memiliki beberapa ciri khas, antara lain :
a.
Rasialisme,
pengikut Ideologi ini tidak bebas berpikir terhadap Ideologi itu sendiri. Semua
orang harus tunduk pada pikiran yang telah diletakkan oleh Ideologi. Dogma yang
diletakkan oleh pelaksana Ideologi, baik di Jerman maupun di Italia harus
diikuti dengan patuh tanpa kritik dari manapun datangnya.
b.
Diktator,
ajaran ini dogmatis, kritik dianggap suatu kejahatan. Perlawanan terhadap
ajaran dan kekuasaan pemerintah dimusnahkan dengan cara kekerasan. Cara-cara
demokratis tidak dikenal. Pemerintahan dikuasai oleh sekelompok
_________________________
5.
Drs.
S. Sumarsono, MBA, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama. 2006. Hlm. 111-112.
kecil orang.
Pemerintahan dikuasai oleh partai penguasa dengan kekuasaan yang besar sekali.
c.
Imperialisme,
atas dasar Ideologi mereka melakukan penguasaan atas bangsa lain. Akibatnya
imperialisme adalah suatu akibat logis dari paham yang rasialistis.
Semboyan
Fasisme, adalah “ Crediere, Obediere, Combattere” (yakinlah, tunduklah,
berjuanglah). Berkembang di Italia, antara tahun 1922-1943. Setelah Benito
Musolini terbunuh tahun 1943, fasisme Italia berakhir. Demikian pula Nazisme di
Jerman. Namun, sebagai suatu bentuk Ideologi, fasisme tetap ada. Fasisme banyak
kemiripannya dengan teori pemikiran Machiavelistis dari Niccolo Machiavelli,
yang menegaskan bahwa negara dan pemerintah perlu bertindak keras agar
“ditakuti” oleh rakyat. Fasisme di Italia (=Nazisme di Jerman), sebagai system
pemerintahan otoriter diktator memang berhasil menyelamatkan Italia pada masa
itu (1922-1943) dari anarkisme dan dari komunisme. Walaupun begitu kenyataannya
adalah, bahwa fasisme telah menginjak-injak demokrasi dan hak asasi. Beberapa
ciri fasisme adalah :
1.
Inti
pemikiran : negara diperlukan untuk mengatur masyarakat;
2.
Filsafat
: rakyat diperintah dengan cara-cara yang membuat mereka takut dan dengan
demikian patuh kepada pemerintah. Lalu, pemerintah yang mengatur segalanya
mengenai apa yang diperlukan dan apa yang tidak diperlukan oleh rakyat;
3.
Landasan
pemikiran : suatu bangsa perlu mempunyai pemerintahan yang kuat dan berwibawa
sepenuhnya atas berbagai kepentingan rakyat dan dalam hubungannya dengan
bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, kekuasaan negara perlu dipegang koalisi
sipil dengan militer yaitu partai yang berkuasa (Fasis di Italia, Nazi di
Jerman, Peronista di Argentina) bersama-sama pihak angkatan bersenjata;
4.
Sistem
pemerintahan (harus) otoriter.(6)
d.
Paham
Agama
Ideologi
bersumber dari falsafah agama yang termuat dalam kitab suci agama. Negara
membina kehidupan keagamaan umat. Negara bersifat spiritual religius. Dalam
bentuk lain, negara melaksanakan hukum agama dalam kehidupannya. Negara
berdasarkan agama.(7)
_________________________
6.
Prof.
Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli,
M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA.
2012. Hlm. 87-89.
7.
Drs.
S. Sumarsono, MBA, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama. 2006. Hlm. 112-113.
e.
Radikalisme
Kalau Liberalisme
mengenal dan memberikan nilai tertinggi pada kebebasan individu, maka dalam
Radikalisme berkembang terutama dalam konfrontasi dengan Liberalisme, tapi
Radikalisme sendiri mempunyai akar-akar yang tua. Pada zaman pertengahan banyak
terdapat berbagai macam gerakan-gerakan radikal yang mengadakan protes terhadap
tata masyarakat, karena tatanan ini ditandai oleh tidak adanya kesamaan. Tapi
gerakan-gerakan itu bersifat keagamaan yang kebanyakan memperoleh
pengikut-pengikut yang jumlahnya kecil diantara orang-orang miskin dan
tokoh-tokoh marginal di dalam masyarakat menjelang akhir zaman pertengahan.
Gerakan ini menaruh harapan yang kuat terhadap kerajaan Tuhan yang akan datang
di bumi yang di tandai dengan kedamaian serta keadilan. Radikalisme ini
mengkritik tajam terhadap tata masyarakat dimana terdapat begitu banyak
ketidakadilan dan kemiskinan. Menurut Radikalisme ini orang-orang kaya
mempunyai kesalahan yang cukup besar. Oleh karena itu tidaklah heran jika
kelompok ini sangat memusuhi para bangsawan.
f.
Konservatisme
Kalau
Radikalisme dengan penuh harapan memandang ke masa depan yang indah, maka
konservatisme melihat dengan rasa nostalgia ke masa lalu. Paham ini baru timbul
setelah Ideologi Liberalisme dan Radikalisme, dan dibangkitkan oleh dua
revolusi yang dengan sangat jelas bermaksud hendak memutuskan diri dengan masa
lampau. Menurut kaum konservatif, revolusi-revolusi itu merupakan suatu klimaks
perkembangan-perkembangan yang menyedihkan yang telah berlangsung sejak
menjelang akhir zaman pertengahan. Yang dimaksud ialah pertumbuhan
individualisme yang merusak, reformasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknik, kepercayaan kepada diri sendiri yang tak terbatas yang hanya merupakan
pernyataan kecongkakan yang tidak pada tempatnya. Pendek kata, kaum konservatif
sama sekali tidak suka kepada masyarakat industri modern. Sedangkan masyarakat
zaman pertengahan merupakan masyarakat ideal mereka. Mereka sangat membela
segala-galanya yang ditolak oleh kaum revolusioner dan oleh para filsuf
pencerahan.(8)
g.
Ideologi
Pancasila
Bangsa
Indonesia yang beraneka ragam suku dan kebudayaan, dengan ideologi Pancasila
dapat hidup serasi, persatuan dan kesatuan bangsa dapat dijaga. Negara
Indonesia yang berdasarkan Pancasila bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
__________________________
8.
A.
Ubaidillah. Dkk. Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani.
Jakarta : IAIN Jakarta Press. 2000. Hlm. 21-22.
Negara
memberikan kebebasan kepada warga negaranya untuk memilih agama dan beribadat
sesuai dengan keeyakinannya. Di negara Indonesia manusia diakui dan
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Bangsa Indonesia hendaknya menempatkan persatuan, kesatuan serta
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan
golongan. Nilai-nilai demokrasi dijunjung tinggi, sehingga tidak dibenarkan
memaksakan kehendak kepada pihak yang lain. Disamping itu juga dikembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan kegotong royongan guna menciptakan keadilan sosial dalam masyarakat
Indonesia.
3.
Makna
dan Peranan Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
Dalam menjabarkan
nilai-nilai dasar Pancasila menjadi semakin operasional dan dengan demikian
semakin menunjukkan fungsinya bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai
masalah dan tantangan dewasa ini, perlu diperhatikan beberapa dimensi yang
menunjukkan ciri khas dalam orientasi Pancasila. Menurut Pospowardojo (1991:
59-60) ada tiga dimensi sekurang-kurangnya.
a.
Dimensi
Teologis, yang menunjukkan bahwa pembangunan mempunyai tujuan yaitu mewujudkan
cita-cita proklamasi 1945. Hidup bukanlah ditentukan oleh nasib, tetapi
tergantung pada rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan usaha manusia. Dengan demikian
dimensi ini menimbulkan dinamika dalam
kehidupan bangsa. Kehidupan manusia tidak ditentukan oleh keharusan sejarah
yang tergantung pada kekuatan produksi, sebagaimana dikemukakan pandangan
Marxisme. Manusia terlalu tinggi derajatnya untuk sepenuhnya ditentukan
semata-mata oleh faktor-faktor ekonomi. Manusia mempunyai cita-cita, mempunyai
semangat dan mempunyai niat atau pun tekad. Oleh karena manusia mampu
mewujudkan cita-cita, semangat, niat maupun tekadnya itu ke dalam kenyataan
dengan daya kreasinya.
b.
Dimensi
Etis, ciri ini menunjukkan bahwa dalam Pancasila manusia dan martabat manusia
kedudukan yang sentral. Seluruh proses pembangunan diarahkan untuk mengangkat
derajat manusia, melalui penciptaan mutu kehidupan yang manusiawi. Ini berarti
bahwa pembangunan, yang manusiawi harus mewujudkan keadilan masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan. Di lain pihak manusia pun di tuntut untuk bertanggung
jawab atas usaha dan pilihan yang ditentukannya. Dimensi Etis menuntut
pembangunan yang bertanggung jawab.
c.
Dimensi
integral-integratif, dimensi ini menempatkan manusia tidak secara individualis,
melainkan dalam konteks strukturnya. Manusia adalah pribadi, namun juga
merupakan relasi. Oleh karena itu , manusia harus dilihat dari keseluruhan
sistem, yang meliputi masyarakat, dunia dan lingkungannya. Pembangunan
diarahkan bukan saja kepada peningkatan kualitas manusia, melainkan juga kepada
peningkatan kualitas strukturnya. Hanya dengan wawasan yang utuh demikian itu
keseimbangan hidup bisa terjamin.
Bakry (1985:
42) mengemukakan bahwa Pancasila dinyatakan sebagai Ideologi negara Republik
Indonesia dengan tujuan bahwa segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun
semua yang berhubungan dengan hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik
tolaknya, dibatasi dengan gerak pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai
tujuannya dengan Pancasila.
Sesuai dengan
semangat yang terbaca dalam pembukaan UUD 1945, Ideologi Pancasila yang
merupakan dasar negara itu berfungsi dalam manggambarkan tujuan negara RI
maupun dalam proses pencapaian tujuan negara yang secara material dirumuskan
sebagai “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial” harus mengarah kepada terwujudnya masyarakat yang adil,
makmur dan sejahtera sesuai dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila. Demikian
pula proses pencapaian tujuan tersebut dan perwujudannya melalui perencanaan,
kebijaksanaan dan keputusan politik harus tetap memperhatikan dan bahkan
merealisasikan dimensi-dimensi yang mencerminkan watak dan ciri Pancasila
(Poespowardojo, 1991: 45-46). (9)
_________________________
9.
Prof.
Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli,
M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA.
2012. Hlm. 90-91.
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat di ambil kesimpualan :
1.
Ideologi
berasal dari kata “idea” dari bahasa
Yunani “eidos”, yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita” dan
logos yang berarti ilmu. kata “eidos” berasal dari bahasa Yunani yang artinya bentuk.
Ada lagi kata “idein” yang artinya melihat. Secara harfiah, Ideologi dapat
diartikan ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas) atau ajaran
tentang pengertian-pengertian dasar.
Secara umum
Ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada
tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. Dalam Ideologi
terkandung tiga unsur, yaitu :
a.
Adanya
suatu penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan;
b.
Memuat
seperangkat nilai-nilai atau preskripsi moral; dan
c.
Memuat
suatu orientasi suatu tindakan, Ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk
mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya.
Makna Ideologi
Pancasila adalah sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai
bagi bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.
Macam-macam
Ideologi
a.
Liberalisme
b.
Komunisme
c.
Fasisme
d.
Paham
Agama
e.
Radikalisme
f.
Konservatisme
g.
Ideologi
Pancasila
3.
Pancasila
dinyatakan sebagai Ideologi negara Republik Indonesia dengan tujuan bahwa
segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan
hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik tolaknya, dibatasi dengan gerak
pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya dengan Pancasila.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Effendy
H.A.M.. 1995. Falsafah Negara Pancasila. Semarang : BP. IAIN Walisongo Press
bekerja sama dengan CV. Cendekia Press Semarang.
2.
Taniredja,
Tukiran, dkk. 2012. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa.
Bandung : ALFABETA.
3.
Sumarsono,
S. Dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
4.
Ubaidillah,
A. Dkk. 2000. Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani.
Jakarta : IAIN Jakarta Press.
No comments:
Post a Comment