Oleh : 1. Azka Lailatus Sa'adah
2. Lu'luatul Fuah
I.
PENDAHULUAN
A)
Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah
al-Qur’an yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umat Islam. Sebagai
sumber hukum kedua, kita sebagai umat Islam wajib mempelajarinya. Terkhusus
kepada para pelajar Muslim, kita harus mengetahui pula pengertian hadits dan
istilah ilmu hadits lainnya berupa sunnah, khabar, dan atsar, persamaan dan
perbedaannya, serta bentuk-bentuk hadits, agar kita dapat mengetahui isi dari
hadits dengan baik, sehingga untuk menularkannya kepada masyarakat pun bisa
dilakukan dengan benar.
Di sini penulis akan memaparkan sedikit hasil dari
beberapa buku yang telah penulis baca, berupa pengertian hadits, sunnah,
khabar, dan atsar serta persamaan dan perbedaannya, juga bentuk-bentuk hadits.
B)
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
Hadist, Khabar, Atsar, dan Sunah, serta persamaan dan perbedaannya.
2.
Menjelaskan bentuk-bentuk Hadist qawliyah, af’aliyah, taqririyah, ahwaliyah.
II.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar, Serta
Persamaan dan Perbedaannya
A.
HADIST
Hadist
atau al-hadist menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru -lawan dari al-Qadim- artinya yang berarti menunjukkan
kepada waktu yang dekat atau waktu yang
singkat. Hadist juga sering disebut sebagai al-khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seorang kepada
orang lain. Sedangkan menurut istilah (terminologi), para ahli memberikan definisi (ta’rif)
yang berbeda-beda sesuai latar belakang disiplin ilmunya. Seperti pengertian
hadist menurut ahli ushul akan berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh ahli hadis.
Menurut ahli hadist pengertian hadist ialah segala
perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwannya. Yang dimaksud dengan hal ihwal
ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah,
karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaanya.
Ada juga yang memberikan pengertian lain, yaitu
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
maupun sifat beliau.
Tetapi sebagian muhaditssin berpendapat bahwa hadist
mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang di
sampaikan kepada Nabi SAW saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada
para sahabat dan tabiin. Sebagaimana di sebutkan oleh al-tirmisi;
''Bahwasanya
hadist itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu', yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf
yaitu yang disandarkan kepada sahabat dan yang maqtu' yaitu yang di sandarkan
kepada tabiin.''
Sementara para ulama ushul memberikan pengertian
hadist adalah segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang
berkaitan dengan hukum syara' dan ketetapannya. Pengertian hadist menurut ahli
ushul lebih sempit dibanding dengan pengertian hadist menurut ahli hadist.
Menurut ahli ushul hadist adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW
baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketantuan
Allah yang disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa di katakan
hadist.[1]
A.
SUNNAH
Sunnah menurut etimologi berarti cara yang bisa ditempuh
baik ataupun buruk, sebagaimana sabda nabi:
"Barang siapa membuat inisiatif yang baik ia akan
mendapatkan pahala dan pahala orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa
sedikitpun berkurang; dan barang siapa membuat inisiatif yang jelek, ia akan
mendapatkan dosa dan dosa orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa
sedikitpun berkurang.'' (HR.MUSLIM)
Dalam al-Qur'an surat al-Kahfi (18):55, Allah
berfirman;
"Dan tidak
sesuatu apapun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah
datang kepada mereka, dan memohon ampun kepada tuhanya, kecuali (keinginan
menanti ) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat terdahulu”.
Sedang sunnah menurut istilah, di kalangan ulama
terdapat perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar
belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing terhadap diri Rasulullah
SAW. Secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi tiga golongan; Ahli
Hadist, ahli Usul, dan ahli Fiqh.
Pengertian sunah menurut Ahli Hadist;
''segala yang
bersumber dari Nabi SAW. Baik berupa perkataan, budi pekerti, perjalanan hidup,
baik sebelum diangkat menjadi Rosul maupun sesudahnya”.
Akan tetapi bagi ulama ushuliyyah jika antara sunnah
dan Hadist dibedakan , maka bagi mereka, hadist adalah sebatas sunnah
qauliyah-nya Nabi SAW saja. Ini berarti, sunnah cakupannya lebih luas di
banding hadist, sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan dan penetapan
(taqrir) Rasul, yang bisa di jadikan dalil hukum syar'i.[2]
B.
KHABAR
Khabar
menurut bahasa serupa dengan makna hadist, yakni
segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang
pengertian
khabar menurut istilah, antara
satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat.
Ulama
lain megatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW di
sebut hadist. Ada juga yang mengatakan bahwa hadist lebih umum dan lebih luas
dari pada khabar, sehingga
tiap hadist dapat dikatakan khabar
tetapi tidak setiap khabar dikatakan hadist.[3]
C.
ATSAR
Atsar menurut pendekatan bahasa sama artinya dengan
khabar, hadits, dan sunnah.
Sedangkan atsar menurut istilah yaitu
“segala sesuatu
yang diriwayatkan dari sahabat, dan boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi
SAW.”
Jumhur ulama’ mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar,
yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Sedangkan
menurut ulama’ Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang
marfu’.[4]
1.
Bentuk-bentuk Hadits
Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa hadits mencakup
segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi SAW. Oleh karena itu, kali ini akan
kita uraikan pula bentuk-bentuk hadits, yaitu hadits qouli, fi’li, taqriri,
hammi, dan ahwali.
a) Hadits Qouli
Hadits qouli adalah segala bentuk perkataan yang
disandarkan kepada Nabi SAW yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan
keadaan, yang berkaitan dengan aqidah, syariah, akhlaq, dan lainnya.
Contoh hadits qouli adalah;
“semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang
mendengarkan perkataan dariku kemudian menghafal dan menyampaikannya kepada
orang lain, karena banyak orang berbicara mengenai fiqh padahal ia bukan
ahlinya. Ada tiga sifat yang karenanya akan timbul rasa dengki di hati seorang
Muslim, yaitu ikhlas beramal semata-mata kepada Allah SWT., menasehati, taat
dan patuh kepada pihak penguasa, dan setia terhadap jama’ah. Karena
sesungguhnya doa mereka akan memberikan motivasi (dan menjaganya) dari
belakang.” (HR. Ahmad)
b) Hadits Fi’li
Yang dimaksud dengan hadits fi’li adalah, segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perbuatan beliau yang sampai
kepada kita, seperti hadits tentang shalat dan haji.
Contoh hadits fi’li tentang shalat adalah;
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku
shalat.” (HR. Bukhari)
c) Hadits Taqriri
Hadits taqriri yaitu semua hadits yang berupa
ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang dari para sahabat. Yaitu
persetujuan Nabi SAW terhadap amalan yang dilakukan para sahabat, setelah
memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya.
Contoh hadits taqriri, ialah sikap Nabi SAW membiarkan
para sahabatnya melaksanakan perintahnya, sesuai dengan penafsiran
masing-masing sahabat terhadap sabdanya yang berbunyi:
“Janganlah seorang pun shalat ‘asar kecuali di Bani
Quraizah”.
Sebagian sahabat memahami larangan tersebut
berdasarkan pada hakikat perintah tersebut, sehingga mereka tidak melaksanakan
salat ‘asar pada waktunya. Sedang segolongan yang lain memahami perintah
tersebut dengan perlunya segera menuju Bani Quraizah, sehingga bisa tepat waktu
dalam melaksanakan shalat ‘asar. Sikap para sahabat ini dibiarkan Nabi SAW
tanpa disalahkan atau dibenarkan salah satunya.
d) Hadits Hammi
Pengertian hadits hammi yaitu hadits yang berupa
hasrat atau keinginan Nabi SAW yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat
berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Dalam riwayat Ibn Abbas, disebutkan;
“Ketika Nabi SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan
memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini
adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Nabi SAW
bersabda: Tahun yang akan datang insyaallah aku akan berpuasa pada hari yang
kesembilan”. (HR. Muslim)
Nabi SAW belum sempat merealisasikan hasratnya ini
karena wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura. Menurut Imam Syafi’I dan para
pengikutnya, menjalankan hadits hammi ini disunnahkan.
e) Hadits Ahwali
Yang dimaksud dengan hadits ahwali ialah hadits yang
berupa keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadian beliau. Sebagaimana yang
dikatakan oleh al-Barra’ dalam hadits riwayat Bukhari:
“Rasul SAW adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa dan
tubuh. Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek”. (HR Bukhari)[5]
I.
PENUTUP
1)
Kesimpulan
Pengertian Hadits menurut bahasa yaitu al-jadid yang artinya sesuatu yang baru.
Sedang menurut istilah yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau yang bisa dijadikan
hukum syara’ dan ketetapannya.
Istilah lain yang semakna dengan hadits adalah sunnah,
khabar, dan atsar.
Sunnah menurut bahasa yaitu cara yang ditempuh, baik
ataupun buruk, atau jalan yang terpuji maupun yang tercela. Sedang menurut
terminologinya, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat-sifat jasmaniah maupun
perilaku beliau sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul, dan dapat dijadikan
dalil hukum syara’ atau suri tauladan yang baik.
Sedangkan khabar menurut bahasa berarti berita yang
disampaikan seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar menurut
istilah yaitu sama dengan hadits, sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan
tabi’in baik berupa perkataan, pebuatan, dan ketetapannya.
Yang terakhir yaitu atsar. Pengertian atsar menurut
bahasa sama artinya dengan khabar, hadits dan sunnah. Sedangkan pengertiannya
menurut istilah yaitu segala sesuatu yang berasal dari sahabat yang juga
disandarkan kepada Nabi SAW.
Dari keempat pengertian hadits, sunnah, khabar, dan
atsar, terdapat kesamaan dan perbedaan makna menurut istilah masing-masing.
Keempatnya memiliki kesamaan maksud, yaitu segala yang bersumber dari Nabi SAW,
baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya. Sedangkan perbedaannya
yaitu ;
o
Hadits dan Sunnah : hadits adalah istilah khusus untuk
sabda nabi, sedangkan sunnah lebih umum, yaitu segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW.
o
Hadits dan Khabar : hadits adalah berita yang datang
dari Nabi SAW, sedangkan khabar adalah berita yang datangnya bukan dari Nabi
SAW, tetapi disandarkan kepada Nabi SAW. Jadi, setiap hadits pasti khabar tapi
tidak semua khabar itu hadits.
o
Hadits dan Atsar : hadits adalah segala sesuatu yang
datang dari Nabi SAW, sedangkan atsar adalah perkataan yang datang dari para
sahabat yang disandarkan kepada Nabi.
Hadits sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an
mempunyai bentuk-bentuk yang dapat dikategorikan sebagai hadits qauli, fi’li,
taqriri, hammi, dan ahwali.
Hadits qauli yaitu segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW yang berupa perkataan yang memuat berbagai hukum syara’,
peristiwa, keadaan, yang berkaitan dengan aqidah, syariah, akhlak, maupun yang
lainnya.
Pengertian hadits fi’li yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW yang berpa perbuatan beliau yang sampai kepada
kita, seperti hadits tentang shalat dan haji.
Hadits taqriri yaitu semua hadits yang berupa
ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang dilakukan oleh para sahabat.
Hadits hammi yaitu hadits yang berupa keinginan Nabi
SAW yang berupa amalan-amalan yang ingin dilakukan oleh beliau, tapi belum
sempat terealisasikan karena sakit atau wafatnya beliau.
Sedang yang terakhir yaitu hadits ahwali, adalah
hadits yang berisi hal-ihwal yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan
kepribadian beliau.
2)
Kritik dan Saran
Dalam makalah ini tentunya ada banyak sekali koreksi
dari para pembaca, karena kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.
Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca yang dengan itu semua kami harapkan makalah ini akan menjadi lebih baik
lagi.
3)
Penutup
Footnote :
[1] Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadits, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003, hal. 4
[2] Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadits, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2006, hal 4
[3] Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadits, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta 2003, hal 15
[4] Ibid, hal 15
[5] Ibid, hal 18-23
Daftar Pustaka :
Drs. Suparta Munzier, MA, Ilmu Hadits, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003
Prof. Dr. Al-Maliki Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadits, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta 2006
No comments:
Post a Comment