Compiled by: ANDIKAMAULANA
I.
PENDAHULUAN
Sejak masa Rasulullah saw serta dua
khalifahnya, yaitu Abu Bakar dan ‘Umar, belum pernah ditemukan adanya satu
golongan politik atau golongan agama yang memiliki banyak pengikut, mempunyai
karakter dan identitas khusus, dan memiliki target yang jelas. Golongan itu
baru muncul pada akhir masa kekhalifahan ‘Utsman. Mereka adalah orang-orang
Syi’ah yang sangat setia kepada Ali yang meyakini kekhalifahan Ali didasarkan
pada nash (ketetapan berdasarkan teks suci) dan wasiat dari Rasulullah saw,
baik yang disampaikan secara jelas maupun samar. Menurut mereka, seharusnya imamah (tampuk kepemimpinan) itu
diduduki oleh Ali dan keturunannya, serta tidak boleh lepas darinya. Jika
terlepas, itu berarti disebabkan oleh kezaliman dari orang lain; atau karena taqiyah dari Ali sendiri. Imamah adalah rukun agama. Rasulullah
saw tidak mungkin melupakan atau menyia-nyiakannya, dan tidak mungkin pula
menyerahkannya kepada masyarakat umum.[1]
II.
POKOK PEMBAHASAN
1. Definisi
Syi’ah
2. Pokok-pokok
Ajaran Syi’ah
3. Kelompok-kelompok
dalam Sy’ah
III.
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Syi’ah
Sayyid
al-Hashyimy & Muhammad Iqbal dalam Buku
Pintar Syi’ah: Pembela Sunnah Nabi Atas
Paham Ahlu Sunnah, mendefinisikan sebagai golongan Islam yang mengikuti 12
Imam dari keluarga Rasulullah melalui keturunan Ali dan anak-anaknya dalam
semua urusan ibadah dan muamalah. Namun Syi’ah yang dimaksud disini adalah
Syi’ah Imamiah atau Ja’fariyah, bukan Syi’ah Ismailiyah atau Zaidiyah karena
mereka tidak meyakini hak kekhalifahan Ali dan keturunannya.[2]
Menurut
Prof. Dr. K.H. Sahilun A. Nasir, M.Pd.I, Syi’ah berasal dari bahasa Arab,
artinya pengikut atau golongan. Kata jamaknya Syiya’un. Dari sini Syi’ah
dimaksudkan sebagai suatu golongan dalam Islam yang beranggapan bahwa Sayyidina
Ali bin Abi Thalib ra adalah orang yang berhak sebagai khalifah pengganti Nabi,
berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar
bin Khattab dan Utsman bin Affan adalah penggasab (perampas) kedudukan
khalifah.[3]
Definisi
yang kedua ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Muhammad Jawad
Maghniyah, seorang ulama beraliran Syi’ah, dan Ali Muhammad al-Jurjani
(1339-1413), seorang Sunni penganut aliran Asy’ariyah, yang ditulis oleh M. Quraish Shihab dalam
bukunya “Sunnah-Sy’ah: Bergandengan
Tangan! Mungkinkah?” (Kajian atas
konsep ajaran dan pemikiran).[4]
Golongan
Syi’ah ini terpadu padanya pengertian firqoh dan mazhab. Sebab mereka
beranggapan bahwa Sayyidina Ali ra dan anak keturunannya lebih berhak menjadi
khalifah daripada orang lain, berdasarkan wasiat Nabi. Masalah khalifah ini
adalah soal politik yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai pandangan
mereka di bidang agama.[5]
B.
Pokok-pokok
Ajaran Syi’ah
Imamah
dan khalifah adalah asas terpenting bagi golongan Syi’ah dan dianggap sebagai
pembeda antara golongan Syi’ah dan golongan lainnya. Ada empat hal pokok yang
berkaitan erat dengan masalah imamah dan khalifah, yaitu at-Ta’yin wa at-Tanshish (penentuan dan penunjukkan), ‘Ishmah (keterjagaan dari perbuatan
dosa), al-Mahdiyyah wa ar-Raj’iyyah
(kebangkitan dan kebebasan dari api neraka), dan at-Taqiyah (menyembunyikan ke-Syi’ah-an seseorang). Berikut
penjelasan dari masing-masing pokok ajaran Syi’ah:
1. At-Ta’yin wa at-Tanshish
Syi’ah
menganggap imamah bukan permasalahan publik yang diputuskan melalui pemilihan
umum. Terpilihnya seseorang menjadi Imam (khalifah) sesuai dengan kapasitas
yang dimilikinya. Karena itu, imamah adalah sesuatu yang prinsipil dan
merupakan rukun agama. Rasulullah saw tidak boleh melupakan atau
menyia-nyiakannya, dan tidak mungkin menyerahkan kepada masyarakat umum.
Sebaliknya, Rasulullah telah menentukan penggantinya (khalifah) dan menunjuk
Ali sebagai penggantinya, baik secara jelas maupun samar. Menurut Mahmud
Jawwad, Syi’ah mempunyai pandangan yang berbeda dengan golongan lain mengenai
masalah imamah. Bagi Syi’ah, imamah itu sudah ditetapkan penunjukkannya melalui
nash
(teks al-Qur’an atau Hadits) dari Nabi saw. Beliau juga tidak diperkenankan melupakan nash tersebut dan menyerahkan urusan imamah sesuai pilihan umat.
(teks al-Qur’an atau Hadits) dari Nabi saw. Beliau juga tidak diperkenankan melupakan nash tersebut dan menyerahkan urusan imamah sesuai pilihan umat.
2. ‘Ishmah
Syi’ah
berpendapat, para imam seperti para nabi yang setiap langkah hidupnya dijaga
oleh Allah swt. Mereka meyakini, bahwa para imam tidak pernah melakukan dosa,
baik dosa besar maupun dosa kecil, dan tidak pernah melakukan kekeliruan atau
kealpaan.
Mahmud
Jawwad mengatakan, “Syarat bagi hakim yang berhak menguasai urusan dunia dan
akhirat adalah hendaknya ia terjaga (ma’shum) dari kesalahan dan kekeliruan
dalam ilmu dan amalnya; atau orang yang mendapat restu dari imam yang ma’shum
karena dianggap memiliki ilmu yang mendalam dan akhlaknya baik. Jika
kriteria-kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka ia tidak berhak memutuskan
hukum atas nama Allah dan agama.
3. Al-Mahdiyyah wa ar-Raj’iyyah
Syi’ah
meyakini bahwa al-Mahdi adalah imam yang kedatangannya sangat dinanti untuk
menegakkan keadilan di muka bumi. Orang generasi pertama yang meyakini adanya
ruj’ah (kembalinya orang mati ke dunia) adalah Abdullah bin Saba’. Ia meyakini
bahwa Nabi Muhammad saw akan kembali ke dunia setelah kewafatannya. Banyak juga
orang Syi’ah Imamiah yang mempunyai keyakinan seperti ini. Mereka mengira bahwa
Nabi Muhammad saw, Ali, Hasan, Husain, imam-imam lainnya, serta rival-rival
mereka seperti Abu Bakar , Umar, Utsman, Muawiyah,dan Yazid , semuanya itu akan
dikembalikan hidup ke dunia setelah munculnya Imam Mahdi. Kemudian orang-orang
yang memusuhi para imam, merampas hak kekhilafahan dari tangan para imam, dan
membunuhnya, maka akan disikasa. Setelah penyiksaan itu selesai, mereka akan
dimatikan lagi, baru dibangkitkan kembali pada hari kiamat nanti.
4. At-Taqiyah
Taqiyah
berarti memperlihatkan ketaatan dan kesetiaan untuk menjaga kehormatan, jiwa,
dan harta benda. Taqiyah adalah
sebuah siasat rahasia, yang menurut Syi’ah disebut an-Nizham as-Sirri (sistem rahasia). Jika imam ingin melakukan
pemberontakan atau kudeta terhadap khalifah, maka ia menyusun strategi dan
perencanaan yang matang. Lalu ia memberitahukan rencana tersebut secara rahasia
kepada para pengikutnya. Selama rencana tersebut belum berhasil, mereka diharuskan
tetap taat kepada khalifah yang sah. Itulah makna taqiyah yang sesungguhnya. Jika merasakan adanya ancaman dari orang
kafir atau golongan Sunni, maka mereka berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan
seakan-akan mereka tetap menjalani aturan. Sikap seperti ini bisa juga disebut
sebagai taqiyah. Atas dasar inilah,
sebagian mereka menyarankan kepada orang-orang Syi’ah yang berkumpul dengan
Sunni agar tetap mengikuti tata cara shalat, puasa, dan semua tata cara
beragama ala Sunni. Sikap Syi’ah yang seperti ini sangat bertolak belakang
dengan pemikiran khawarij yang mewajibkan untuk memberontak kepada penguasa
yang zalim.[6]
C.
Kelompok-kelompok
dalam Sy’ah
Kendati
Syi’ah telah terbagi-bagi dalam kelompok yang jumlahnya hampir tidak terhitung,
tetapi menurut al-Baghdadi (w. 429 H), pengarang kitab al-Farqu baina al-Firaq,
secara umum mereka terbagi menjadi empat kelompok dan masing-masing dari
keempat kelompok tersebut terbagi pula menjadi beberapa kelompok kecil. Hanya
dua kelompok diantara mereka itu yang dapat dimasukkan ke dalam golongan umat
Islam, yaitu kelompok az-Zaidiyah dan al-Imamiyah. Demikian menurut
al-Baghdadi. Berikut empat kelompom Syi’ah:
1. Ghulat
(Ekstremis)
Syi’ah
kelompok (ekstremis) ini hampir dapat dikatakan telah punah. Mereka antara lain
adalah:
a. As-Sabaiyah
Menurut
asy-Syahrastany, mereka adalah pengikut-pengikut Abdullah bin Saba’ yang konon
pernah berkata kepada Sayyidina Ali: “Anta Anta”, yakni Engkau adalah Tuhan.
Dia juga menyatakan dan mempopulerkan keyakinan bahwa Sayyidina Ali ra memiliki
tetesan ke-Tuhan-an. Dia menjema melalui awan. Guntur adalah suaranya, kilat
adalah senyumnya. Dia kelak akan turun kembali ke bumi untuk menegakkan
keadilan sempurna. Aliran kepercayaan yang serupa dengan ini bermacam-macam dan
bercabang-cabang pula.
b. Al-Khaththabiyah
Mereka
adalah penganut aliran Abu al-Khaththab al-Asady, yang menyatakan bahwa Imam
Ja’far ash-Shadiq dan leluhurnya adalah Tuhan. Imam Ja’far sendiri mengingkari
bahkan mengutuk kelompok ini. Karena sikap Imam Ja’far yang tegas itu, maka
peimpinannya, yakni Abu al-Khaththab al-Asady, mengangkat dirinya sebagai Imam.
Ia mengajarkan para Nabi adalah Tuhan, bahkan Imam Ja’far dan para leluhurnya
pun dijadikannya Tuhan. Al-Khaththabiyah terbagi juga pada sekian kelompok yang
berbeda-beda. Sebagian diantara mereka percaya bahwa dunia itu kekal, tidak
akan binasa, surge adalah kenikmatan duniawi, mereka tidak mewajibkan shalat
dan membolehkan minuman keras.
c. Al-Ghurabiyah
Cabang
kelompok ini, antara lain, percaya bahwa sebenarnya Allah mengutus malaikat
Jibril as kepada Ali bin Abi Thalib ra, tetapi malaikat itu keliru atau bahkan
berkhianat sehingga menyampaikan wahyu kepada Nabi. Karena itu mereka mengutuk
malaikat Jibril as sambil berkata: “Khana
al-Amin/ yang dipercayai telah berkhianat”.
d. Al-Qaramithah
Kelompok
ini dinisbahkan kepada seseorang yang bermukim di Kufah, Irak, yang bernama
Hamdan Ibn al-Asy’ast, dan dikenal luas dengan gelar Qirmith (si pendek),
karena perawakan dan kakinya sangat menonjol pendeknya. Kelompok ini pada
mulanya adalah kelompok yang terpengaruh oleh aliran Syi’ah Ismailiyah.
Keyakinan mereka sangat ekstrem. Mereka, antara lain,
menyatakan bahwa Sayyidina Ali ra adalah Tuhan, bahwa setiap teks mempunyai
makna lahir dan batin, dan yang penting adalah makna batinnya. Mereka
menganjurkan kebebasan seks dan kepemilikan wanita dan harta secara
bersama-sama, dengan dalih mempererat hubungan tali kasih. Mereka juga
membatalkan kewajiban shalat dan puasa. Ini antara lain yang menjadikan
kelompok induk mereka, yakni Syi’ah Ismailiyah mengutuk mereka.
Masih banyak lagi cabang-cabang dari kelompok ekstrem
ini, seperti al-Manshuriyah, an-Nushaiziyah, al-Kayyaliyah, al-Kaisaniyah, dan
masih banyak lainnya yang dapat mencapai puluhan dengan aneka cabang dan
pecahan-pecahannya.[7]
2. Ismailiyah
dan cabang-cabangnya
Kelompok
Syi’ah Ismailiyah hingga kini masih memiliki pengikut-pengikut yang setia,
namun sebagian dari kelompok-kelompoknya memiliki pandangan-pandangan yang
dapat dinilai menyimpang. Kini, Syi’ah Ismailiyah tersebar dalam kelompok
minoritas di sekian banyak Negara, antara lain Afghanistan, India, Pakistas,
Suriah, dan Yaman, serta beberapa Negara Barat, seperti di Inggris dan Amerika
Utara.
Kelompom Syi’ah Ismailiyah meyakini bahwa Ismail, Imam Ja’far
ash-Shadiq, adalah imam yang menggantikan ayahnya yang merupakan imam keenam
dari aliran Syi’ah secara umum. Memang setelah meninggalnya Imam Ja’far,
sekelompok penganut Syi’ah percaya bahwa putra beliau, Musa al-Kadzim adalah
imam ketujuh, sebagaimana kepercayaan Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. Sedang kelompok
lainnya mempercayai bahwa Ismail, kemudian putranya, Muhammad, adalah Imam
sesudah ayah mereka, padahal Ismail wafat lima tahun sebelum wafatnya sang ayah
(Imam Ja’far).
Ismail bin Ja’far ash-Shadiq menurut kelompok ini sebenarnya
belum wafat, kelak dia akan tampil kembali di pentas bumi ini. Kedatangannya
dinantikan oleh kelompok Ismailiyah, sebagaimana kelompok Syi’ah Itsna
‘Asyariyah dan sebagian kelompok Ahlussunnah menantikan kehadiran Imam Mahdi.[8]
3. Az-Zaidiyah
Az-Zaidiyah
adalah kelompok Syi’ah pengikut Zaid bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thalib ra. Beliau lahir pada 80 H dan terbunuh pada 122
H. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat taat beribadah, berpengetahuan
luas sekaligus revolusioner.
Syi’ah Zaidiyah menetapkan bahwa Imamah dapat diemban oleh
siapapun yang memiliki garis keturunan samapai dengan Fatimah, putrid
Rasulullah saw, baik dari keturunan putra beliau, al-Hasan bin Ali, maupun
al-Husain, dan selama yang bersangkutan memiliki kemampuan keilmuan, adil, dan
berani, keberanian yang mengantarnya mengangkat senjata melawan kezaliman.
Syi’ah Zaidiyah kendati berkeyakinan bahwa Ali ra adalah
sahabat Nabi yang termulia, bahkan melebihi kemuliaan Abu Bakar, Umar, Utsman
ra, namun mereka mengakui sahabat-sahabat Nabi itu sebagai khalifah-khalifah
yang sah. Karena itulah dank arena keengganan mereka mempersalahkan para
sahabat Nabi itu, apalagi mencaci dan mengutuk mereka, maka pengikut-pengikut
Imam Zaid dinamai dengan ar-Rafidhah, yakni penolak (untuk) menyalahkan dan
mencaci.
Az-Zaidiyah dalam konteks menetapkan hukum menggunakan
al-Qur’an dan Sunnah, dan nalar. Mereka tidak membatasi penerimaan hadits dari
keluarga Nabi semata-mata, tetapi mengandalkan juga riwayat-riwayat dari sahabat-sahabat
Nabi yang lain. Demikianlah sekelumit pandangan Syi’ah az-Zaidiyah yang dinilai
sebagai kelompok Syi’ah yang paling dekat Ahlussunnah wa al-jamaah.[9]
4. Itsna
‘Asyariyah
Syi’ah
Itsna ‘Asyariyah, biasa juga dikenal dengan nama Imamiyah atau Ja’fariyah,
adalah sekelompok Syi’ah yang yang mempercayai adanya dua belas imam yang
kesemuanya dari keturunan Ali ra dan Fathimah az-Zahra, putrid Rasulullah saw.
Kelompok
ini merupakan mayoritas penduduk Iran, Irak, serta ditemukan juga di beberapa
daerah di Suriah, Kuwait, Bahrain, India, juga di Saudi Arabia, dan beberapa
daerah (bekas) Uni Sovyet.
Karena
kelompok ini merupakan mayoritas dari kelompok Syi’ah, maka sewajarnya mereka
dan pendapat-pendapat merekalah yang seharusnya diketengahkan ketika berbicara
tentang Syi’ah secara umum, bukannya pendapat ketiga kelompok tersebut di atas,
Ghulat, Ismailiyah, dan Zaidiyah.[10]
IV.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas
dapat ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Syi’ah
dimaksudkan sebagai suatu golongan dalam Islam yang beranggapan bahwa Sayyidina
Ali bin Abi Thalib ra adalah orang yang berhak sebagai khalifah pengganti Nabi,
berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar
bin Khattab dan Utsman bin Affan adalah penggasab (perampas) kedudukan
khalifah.
2. Imamah
dan khalifah adalah asas terpenting bagi golongan Syi’ah dan dianggap sebagai
pembeda antara golongan Syi’ah dan golongan lainnya. Ada empat hal pokok yang
berkaitan erat dengan masalah imamah dan khalifah, yaitu at-Ta’yin wa at-Tanshish (penentuan dan penunjukkan), ‘Ishmah (keterjagaan dari perbuatan
dosa), al-Mahdiyyah wa ar-Raj’iyyah
(kebangkitan dan kebebasan dari api neraka), dan at-Taqiyah (menyembunyikan ke-Syi’ah-an seseorang).
3. Kendati
Syi’ah telah terbagi-bagi dalam kelompok yang jumlahnya hampir tidak terhitung,
tetapi menurut al-Baghdadi (w. 429 H), pengarang kitab al-Farqu baina al-Firaq,
secara umum mereka terbagi menjadi empat kelompok dan masing-masing dari
keempat kelompok tersebut terbagi pula menjadi beberapa kelompok kecil. Hanya
dua kelompok diantara mereka itu yang dapat dimasukkan ke dalam golongan umat
Islam, yaitu kelompok az-Zaidiyah dan al-Imamiyah. Demikian menurut
al-Baghdadi. Berikut empat kelompom Syi’ah:
a. Ghulat
(Ekstremis)
b. Ismailiyah
c. Zaidiyah
d. Itsna
‘Asyariyah
V.
DAFTAR
PUSTAKA
Shihab, M. Quraish. 2007. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan!
Mungkinkah? : Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran. Jakarta: Lentera
Hati.
Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) : Sejarah,
Ajaran, dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Abdus Salam, Ahmad Nahrawi. 2008. Ensiklopedia Imam Syafi’i. Jakarta:
Hikmah (PT Mizan Publika).
Sayyid al-Hashyimy & Muhammad Iqbal. Tanpa
Tahun. Buku Pintar Syi’ah: Pembela Sunnah
Nabi Atas Paham Ahlu Sunnah. Jakarta: Inovasi.
[1] Dr. Ahmad Nahrawi Abdus Salam
Al-Indunisi. Ensiklopedia Imam Syafi’i.
Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika). 2008. Hlm. 95.
[2]
Sayyid
al-Hashyimy & Muhammad Iqbal . Buku
Pintar Syi’ah: Pembela Sunnah Nabi Atas Paham Ahlu Sunnah. Jakarta:
Inovasi. Tanpa Tahun. Hlm. 19.
[3] Prof. Dr. K.H. Sahilun A. Nasir,
M.Pd.I. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) :
Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Pers. 2010. Hlm.
72.
[4]
M.
Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandengan
Tangan! Mungkinkah? : Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran. Jakarta:
Lentera Hati. 2007. Hlm. 60-61.
[5]
Prof.
Dr. K.H. Sahilun A. Nasir, M.Pd.I. Pemikiran
Kalam (Teologi Islam) : Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya. Jakarta:
Rajawali Pers. 2010. Hlm. 72.
[6]
Dr.
Ahmad Nahrawi Abdus Salam Al-Indunisi. Ensiklopedia
Imam Syafi’i. Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika). 2008. Hlm. 97-100.
[7]
M.
Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandengan
Tangan! Mungkinkah? : Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran. Jakarta:
Lentera Hati. 2007. Hlm. 69-73.
[8] Ibid.
hlm. 73-78.
[9] Ibid.
hlm. 78-83.
[10] Ibid.
hlm. 83
No comments:
Post a Comment