Sumber Gambar Disini
Compiled by: ANDIKA MAULANA
Fazlur
rahman dalam pendahuluan bukunya, The Major Themes Of The Qur’an, menyebutkan
tiga tipe karya orientalis tentang Al Qur’an. Pertama, karya-karya yang ingin
membuktikan keterpengaruhan Al Qur’an oleh tradisi Yahudi dan Kristen. R. Bell
dalam bukunya The Origin of Islam and it’s Christian Environment jelas sekali
mengemukakan bahwa Islam tidak lain hanyalah kepanjangan dari agama Kristen,
dan Al Qur’an hanyalah produksi Muhammad yang disusun berdasarkan tradisi bible
yang sudah berkembang saat itu di kota Mekkah. Berkaitan dengan pandangannya
itu, Bell mengelaborasi argument-argumen historis bahwa Muhammad, baik secara
langsung maupun tidak, telah mengadopsi ajaran-ajaran Kristen ketika
berhubungan dengan orang-orang Kristiani.[1]
John
Wansbrough dengan metode Literary Critisism (kritik sastra) yang digabungkan
dengan Historical Critisism (kritik sejarah) menyimpulkan dalam karyanya
Qur’anic Studies bahwa Al Qur’an merupakan perpaduan dari berbagai tradisi,
termasuk di dalamnya tradisi Yahudi, dan bahwa Al Qur’an bukanlah wahyu Tuhan,
tetapi merupakan ciptaan manusia. Harris Birkeland ketika menafsirkan ayat satu
sampai tiga surat al maun yang mengandung kecaman terhadap orang-orang yang
menghardik anak yatim dan tidak mengasihi orang-orang lemah, mengatakan secara
eksplisit, “And Mohammad must probably was under the influence of Cristian
ideas concerning problems of that kind”. Pandangan ini merupakan Common of
View kalangan orientalis menunjukkan bahwa mayoritas para orientalis menolak
transendensi asal usul Al Qur’an dan meyakini bahwa Al Qur’an adalah refleksi
Nabi Muhammad tentang tradisi dan kondisi masyarakat arab pada saat itu, dan
karenanya ia bersifat cultural dan intransenden.[2]
Kedua,
karya-karya orientalis yang lebih menekankan pada pembahasan sejarah dan
kronologi-kronologi Al Qur’an. Berbeda dengan klasifikasi pertama yang
menggunakan pendekatan Experiental historicism dimana sejarah Muhammad dan
sejarah Al Qur’an dihubungkan dengan obyek-obyek eksternal, pendekatan yang
diterapkan pada klasifikasi kedua ini lebih mengarah pada historisisme internal
Al Qur’an. Data-data intrinsic lafaz-lafaz Al qur’an (Literary Forms) mendapat
sorotan yang paling banyak dalam menentukan kronologi turunnya Al Qur’an.
Ketiga,
karya-karya orientalis yang membahas tema-tema tertentu dari al Qur’an.
Kategori ini biasanya menggunakan metode Croos refrentiallity of the Qur’an,
dalam arti bahwa seluruh ayat yang berkaitan dengan topic tertentu digabungkan
dan dikomparasikan dengan tujuan mendapatkan pengertian yang komprehensif.
Metode ini tidak asing lagi bagi sarjana-sarjana Muslim (dalam bahasa Arab
disebut At Tafsir al Maudhu’i). Meski demikian, kajian orientalis dalam hal ini
seperti yang dilakukan oleh Kenneth Craagg dengan bukunya The mind of the
Qur’an, tampaknya bertujuan untuk meyakinkan bahwa ajaran-ajarannya memiliki
banyak kemiripan dengan ajaran injil, terutama yang berkaitan dengan moral.[3]
Namun,
sayangnya karya yang terakhir (karya-karya orientalis yang membahas tema-tema
tertentu dari al Qur’an) tidak begitu mendapatkan perhatian, kerana para
orientalis berfikir bahawa tanggungjawab kaum Muslim yang harus mengkaji
al-Qur’an sebagaimana yang diinginkan kitab suci ini.
Untuk
tipe pertama, karya-karya yang ingin membuktikan keterpengaruhan Al Qur’an oleh
tradisi Yahudi dan Kristen, Fazlur Rahman mengungkapkan untuk mendapat latar
belakang histories harus dicari dalam tradisi arab sendiri bukan pada tradisi
Yahudi dan Kristen, setelah sebelumnya menyatakan bahwa all religions are in
history. Dari hal ini tampak bahwa al-Qur’an tetap transenden, tapi disesuaikan
dengan masyarakat waktu itu.[4]
Sumber:
Syahiron
Syamsuddin DKK, Hermeneutika Al Qur’an
mazhab Yogya, (Yogyakarta, Islamika, 2003).
M.
Alfatih Suryadilaga, Pendekatan Historis
John Wansbrough dalam Studi al-Qur’an, mengutip dari Fazlur Rahman, Approach to Islam in Religious Studies,
dalam Richard C. Martin, Approach to
Religious Studies, (USA: The University of Arizona Press, 1985).
[1]
Syahiron Syamsuddin DKK, Hermeneutika Al Qur’an mazhab Yogya, Yogyakarta,
Islamika, 2003, hlm. 76
[2] Ibid,
hal. 77.
[3] Ibid,
hal. 78.
[4]
M. Alfatih Suryadilaga, Pendekatan Historis John Wansbrough dalam Studi
al-Qur’an, mengutip dari Fazlur Rahman, Approach to Islam in Religious Studies,
dalam Richard C. Martin, Approach to Religious Studies, (USA: The University of
Arizona Press, 1985), h. 202.
No comments:
Post a Comment